Senin, 21 Mei 2012

Salam Polisi Palestina untuk Polisi Indonesia



Kamis, 10 Mei 2012

Siswa Pusat Pendidikan Latihan Kepolisian Palestina. Polisi Palestina yang bermarkas di Jalur Gaza menunggu kunjungan silaturrahim Kepolisian Republik Indonesia. foto: Sahabat Al-Aqsha
JALUR GAZA, Kamis (Sahabatalaqsha.com): As-Salaamu’alaykum Polisi Indonesia... Kami mencintai kalian karena Allah!”
Teriakan salam itu disampaikan oleh sekelompok polisi Palestina berpakaian loreng biru tua dan muda, berbaret hitam, di depan kamera video Tim Amanah Indonesia (Sahabat Al-Aqsha). Mereka yang menyampaikan salam itu berasal dari Pasukan Khusus (kesatuan Brimobnya) Kepolisian Palestina.
Seorang instruktur latihan berbadan tinggi besar, berjenggot lebat, dan murah senyum, lalu menyampaikan harapan di depan kamera, “Insya Allah, dalam waktu tak lama lagi kita akan bersama-sama solat Masjidil Aqsha dalam keadaan merdeka!” Sambil tangannya menunjuk ke mural masjid suci itu di dinding di belakang mereka.
Sambutan yang ramah penuh persaudaraan sangat terasa, saat Tim Amanah Indonesia mengunjungi Markas Besar Kepolisian Palestina di Jalan ‘Umar Mukhtar, Madinah Gaza. Kami ditemani oleh Muqaddam (Ajun Komisaris Besar Polisi) Munir Abu Syanab, Kepala Humas Interpol Palestina, dan Muqaddam Nasser Abduh, Wakil Kepala Humas Mabes Kepolisian Palestina.
Belum sampai memasuki gedung utama markas kepolisian itu, seorang lelaki berbadan tegap, berkaos polo putih menyambut kami. “Maafkan saya, menyambut Anda mengenakan pakaian seperti ini, hari ini ada acara olah raga dan jalan-jalan santai,” kata lelaki itu sambil tersenyum. Ia adalah ‘Amid (Brigadir Jenderal Polisi) Amin Al-Batniji, Direktur Penerangan Kepolisian Palestina, yang langsung mengajak kami ke ruangannya.
Menurut berbagai laporan yang kami himpun, angka kriminalitas di Jalur Gaza yang penduduknya berjumlah 1,7 juta jiwa menurun sangat drastis, sejak kawasan ini dibebaskan dari seluruh kekuatan militer penjajah Zionis maupun kakitangannya tahun 2005.
Padahal, sejak tahun 2007, pengepungan yang dilakukan Zionis Israel terhadap Jalur Gaza telah melumpuhkan hampir seluruh kekuatan ekonomi wilayah itu.
Biasanya, kalau ekonomi sekarat, rakyat akan memberontak, dan kekacauan sosial, termasuk angka kejahatan akan meningkat. Tapi teori ini tidak berlaku di Gaza. Apa penjelasannya?
Menurut Brigjen Pol. Amin Al-Batniji, pengepungan dan ancaman fisik dari luar justeru telah memperkuat kepribadian masyarakat Gaza.
“Lebih dari itu, karena pemerintah Gaza adalah pemerintah Muslim yang menjalankan keislamannya, rakyat pelan-pelan semakin sadar bahwa Allah-lah Ar-Razaq, Yang Maha Memberi Rezeki,” demikian penjelasan Amin.
Pengepungan ini, menurutnya, justeru menyuburkan sikap sabar dan qanaah di kalangan masyarakat. “Kalau pemimpin dan rakyat sama-sama melaksanakan Islam dan mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah akan memberikan ketenangan dan keamanan. Aman itu milik Allah, bukan milik manusia,” jelas Amin.
Selain itu menurut Amin, Islam juga menumbuhkan persaudaraan yang positif. Masyarakat di Gaza yang sama-sama sedang dikepung musuh, jadi mudah saling menolong, terutama menolong mereka yang paling lemah secara ekonomi.
Salah seorang pejabat tinggi di Kementerian Dalam Negeri Palestina (kementerian yang membawahi kepolisian) menceritakan, bahwa pejabat seperti dirinya setiap bulan dipotong gajinya oleh pemerintah untuk membantu orang miskin di negeri itu.
“Setiap bulan Ramadhan, potongannya tambah besar,” tukasnya. Pejabat tinggi itu menjelaskan, rezeki para pejabat Palestina di Gaza justeru semakin berkah dengan pemotongan yang bisa sampai 30% itu.
Kunjungan dilanjutkan dengan berkeliling markas yang membentang dari tengah kota sampai ke pinggir pantai Gaza itu.
Di berbagai bagian bangunan, nampak bekas-bekas tembakan senjata-senjata pesawat tempur maupun helikopter Zionis Israel pada Perang Al-Furqan (akhir 2008 sampai awal 2009).
Lubang-lubang bekas peluru kaliber besar bertebaran di dinding-dinding bangunan, dan sengaja tidak diperbaiki. Di bagian lain markas itu, ada puluhan bom dalam berbagai ukuran dipamerkan. Ada beberapa yang besarnya lebih dari tubuh manusia dewasa. Ini adalah sebagian bahan peledak yang disiramkan Zionis kepada rakyat Gaza. “Supaya kami dan dunia tetap mengingat kejahatan Zionis Israel,” kata Muqaddam Nasser Abduh.
Sebagian bukti kejahatan Zionis Israel yang menyiramkan berton-ton bahan peledak ke atas warga sipil Palestina di Gaza. foto: Sahabat Al-Aqsha
Kita semua tentu ingat, pemandangan yang menyayat hati pada Perang Al-Furqan yang oleh Zionis disebut sebagai Operation Cast Lead (Operasi Timah Panas) itu, dalam 10 menit pertama jam 8 pagi, tanggal 27 Desember 2008, sekitar 200-an orang petugas kepolisian yang sedang apel pagi dibantai dengan berondongan senjata dan bom oleh pesawat-pesawat F-16 bikinan Amerika Serikat milik Zionis Israel.
Selain jenazah para polisi Palestina yang bergelimpangan, kita juga menyaksikan gambar-gambar polisi yang terluka parah mengacungkan jari telunjuknya sambil berkata, “Laa ilaaha illa Allah... Tiada Tuhan selain Allah...”
Pada penyerangan Zionis Israel itu, ikut juga mati syahid tiga pejabat tertinggi Kementerian Dalam Negeri, yaitu Mayjen Pol. Taufiq Jabir, Kepala Kepolisian Palestina; Muhammad Al-Ja’bari, Direktur Unit Keamanan dan Pengawalan; dan Sa’id Shiyam, Menteri Dalam Negeri-nya sendiri.
“Ini menunjukkan, bahwa para pejabat tinggi kami adalah yang pertama kali mengorbankan nyawanya bagi rakyat Palestina,” kata Muqaddam Munir Abu Syanab. “Mereka tidak bersembunyi di balik kedudukannya sebagai pejabat tinggi. Mereka semua mati syahid di lapangan saat menjalankan tugas.”
Nama-nama para polisi yang mati syahid dalam Perang Al-Furqan itu diabadikan dalam sebuah prasasti yang terletak di lapangan Markas Besar Pasukan Khusus Kepolisian Palestina.
Di atas nama-nama itu tertulis kalimat yang dikutip dari ayat Al-Quran surah Al-Ahzab ayat 23:
“Di antara orang-orang beriman (Mu’min) itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya).”
Jumlah anggota kepolisian Palestina yang bermarkas di Gaza saat ini sekitar 10 ribu orang. Secara umum menurut Brigjen Pol. Amin Al-Batniji, tidak ada kasus kriminalitas yang luar biasa.
“Justeru kami sebagai masyarakat sedang mengalami kejahatan kriminal yang dilakukan oleh penjajah atas kami semua,” katanya sambil tersenyum.
Namun demikian, Alhamdulillah, kata Amin keamanan dan ketertiban masyarakat semakin baik.
Kasus yang sesekali masih terus mengganggu adalah penyelundupan narkoba dan minuman keras dari kawasan yang dikuasai Zionis Israel dan Mesir. Rata-rata dalam setahun ada sekitar 20 orang yang ditangkap karena kasus ini.
Kasus kejahatan lain adalah pembunuhan akibat perkelahian. Misalnya, karena ada anggota keluarga yang berzina, lalu dibunuh. Ada juga pencurian emas dan barang-barang berharga, biasanya dilakukan oleh remaja.
Menurut berbagai perbincangan dengan masyarakat awam, secara umum, Gaza yang sekarang lebih aman dari Gaza sebelum dikepung oleh Zionis Israel.
Semakin banyak perempuan yang berhijab, menutup aurat sesuai tuntunan Islam, meskipun tidak ada undang-undang yang secara eksplisit mewajibkan hijab.
Dari hasil pengamatan selama tiga minggu Tim SA2Gaza berada di Gaza, perempuan dewasa yang nampak keluar rumah tanpa menutup aurat bisa dihitung dengan jari.
Secara umum tugas petugas kepolisian Palestina di Jalur Gaza meliputi pengaturan lalu-lintas, mencegah dan memberantas narkoba, melakukan berbagai investigasi, patroli keamanan di rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah, dan lain-lain.
Menurut Kepala Interpol Palestina Mayjen Pol. Mahir Ar-Ramli, ketika Gaza belum dikepung Zionis Israel dan masih berada di bawah kekuasaan pemerintah Fatah, setiap dua malam selalu terjadi pemerkosaan, pembunuhan, dan perampokan.
Menurut Mayjen Pol Mahir, di masa itu Gaza dikuasai oleh Fatah, penguasa ketika itu adalah gabungan dari kelompok-kelompok yang selalu ingin memperbesar wilayah kekuasaannya masing-masing. Termasuk juga dengan cara melindungi kelompok-kelompok kejahatan.
“Warga yang memiliki rasa takut yang besar kepada Allah SWT, tidak akan melakukan kejahatan yang menyusahkan orang lain maupun dirinya sendiri,” kata Mahir.
Istirahat apel pagi, bergantian sajadah untuk solat dhuha. foto: Sahabat Al-Aqsha
Dalam kesempatan berkunjung ke Pusat Pendidikan dan Latihan Kepolisian Palestina, yang terletak di pinggir pantai yang indah, Tim SA2Gaza sempat menyaksikan para anggota polisi yang baru saja apel pagi, bergantian menggunakan sajadah untuk melaksanakan solat dhuha di lapangan.
Muqaddam Hisyam Al-Kariri, Wakil Direktur Pusdiklat Kepolisian Palestina, menjelaskan kepada Tim SA2Gaza selain dididik dan dilatih keterampilan profesional sebagai polisi, seluruh anggota kepolisian Palestina juga dididik ruhiyahnya secara sungguh-sungguh.
“Selain secara rutin mereka membaca dan memahami Al-Quran, salah satu kurikulum dasar pendidikan kami juga tafsir surah Al-Anfaal dan At-Taubah yang wajib difahami dan dihayati setiap anggota kami,” kata Muqaddam Hisyam di sela-sela latihan.
Dalam memperkuat sistem ketertiban dan keamanan masyarakat, kepolisian Palestina juga melakukan kerja sama penerangan dengan masjid-masjid, saluran televisi dan radio Al-Aqsa, Al-Quds, Al-Bayan, Al-Ayyam, Ar-Risalah, dan Filistin.
Logo Kepolisian Palestina: "Rabbij'al haadzal balad aaminan (Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini aman--dari doa Nabi Ibrahim AS dalam Al-Quran)." foto: Sahabat Al-Aqsha
Di akhir perbincangan, Brigjen Pol. Amin Al-Batniji mengundang Kepolisian Republik Indonesia untuk datang ke Jalur Gaza dan bersilaturrahim dengan kepolisian Palestina. “Ahlan wa Sahlan. Silakan datang, kalau bisa dilakukan akan menjadi suatu kehormatan bagi kami,” katanya.* (Sahabatalaqsha.com)
Sumber : Sahabat Al-Aqsha
Red: Administrator

Tidak ada komentar:

Posting Komentar