Sabtu, 12 Januari 2013

Pendidikan Karakter di Indonesia



Pendidikan merupakan dasar dari kehidupan dan bermasyarakat. Hidup akan berjalan lancar dan sejahtera apabila masyarakatnya berpendidikan. Karena itu, yang menjadi harapan bangsa yaitu masyarakat yang berpendidikan dan juga yang berkarakter. Karakter sendiri berarti nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Pendidikan karakter bisa dilakukan secara formal dan nonformal, Pendidikan karakter secara formal yang dilakukan di sekolah sejak jenjang SD hingga perguruan tinggi sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan karakter bisa dimulai dari hal terkecil seperti pendidikan keluarga. Bagaimana orang tua memberikan contoh yang baik untuk anaknya. Kemudian dilanjutkan dengan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi  bagaimana para guru atau dosen dapat memberikan suri tauladan yang baik untuk anak didiknya. Selanjutnya pendidikan di lingkungan atau di masyarakat sekitar. Sebab, sedikit banyaknya lingkungan mempunyai potensi dalam pembentukan karakter.
Pendidikan karakter sangat penting dilakukan karena karakter yang terbentuk dari suatu bangsa akan menentukan masa depan bangsa tersebut. Bung Karno pernah mengatakan, “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan men-jadi bangsa kuli”
Tapi saat ini mengapa Bangsa Indonesia yang sudah mengalami banyak sekali pendidikan karakter, baik formal maupun non formal masih sering berhadapan dengan situasi yang tidak mengenakkan, situasi yang mencekam, situasi yang memiriskan hati, dan berbagai situasi yang terjadi yang hampir-hampir di luar batas nalar kita. Seperti kasus penjarahan dan perkosaan massal, ‘perang’ antar-kampung, anak yang membunuh orang-tua, orang-tua yang memperkosa anak kandungnya, korupsi dan berbagai peristiwa lainnya.
Bangsa ini seakan tidak lagi memiliki pijakan hidup atau falsafah bangsa, hal ini terbukti dengan banyaknya orang yang tidak lagi mengenal apalagi mengamalkan Pancasila, bangsa ini seakan tidak lagi memiliki akhlak mulia, hal ini terbukti dengan semakin maraknya kasus-kasus korupsi dan penjarahan harta negara, padahal bangsa ini tidak kurang memiliki pemimpin-pemimpin (pengajar) agama. Bangsa ini seperti sudah tidak lagi memegang ajaran ajaran luhur yang telah diwariskan para leluhur dan juga ajaran ajaran agama sehingga sangat riskan terjadi perpecahan, baik dalam skala kecil maupun skala besar.
Ada banyak hal yang menyebabkan kondisi Bangsa Indonesia seperti diatas antara lain:

  1. Pelanggaran Oleh Pemangku Tanggung-jawab
Banyak pejabat di berbagai lembaga dan di berbagai tingkat pemerintahan baik pusat maupun daerah yang melakukan pelanggaran. Pelanggaran dapat berupa korupsi, kolusi, nepotisme, mangkir rapat, penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, datang telat pulang cepat, bolos kerja dll.
  1. Kehadiran Teknologi dan Globalisasi
Mau tidak mau, suka tidak suka, dunia akan terus berputar, dan sifat keingin-tahuan manusia akan terus terjawab dan menjelma menjadi kenyataan. Teknologi adalah kenyataan atas keingin-tahuan manusia sebelumnya. Dulu, manusia ingin tahu kejadian-kejadian di belahan dunia lain dalam waktu sekejap (real-time), dan kini hadir internet berikut perangkat pendukung lainnya (komputer, HP, satelit, dsb.) yang mewujudkan keinginan itu. Pepatah saat ini mengatakan “dunia ada di ujung jari saya,” karena hanya dengan menekan-nekan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang dimilikinya, ia sudah dapat menjelajah ke belahan dunia manapun.Kehadiran internet dan TIK tersebut seakan mendobrak berbagai ‘belenggu’ (aturan-aturan atau norma-norma) yang dianut bangsa. Akibatnya, banyak orang (termasuk generasi muda) yang ‘termakan’ konsep “kebebasan.” Ini berbahaya karena berbagai informasi negatif bisa langsung datang ke genggaman mereka, bisa menembus hingga kamar-kamar mereka, dan jika konsep kebebasan itu dianutnya, maka berbagai perilaku negatif (jika dipandang dari sisi agama dan/ atau budaya timur) akan mudah meracuni dan membius mereka. Mereka bisa menjelma menjadi teroris, penipu ulung, pembangkang kepada guru dan orang- tua, penganut aliran sesat, dan sebagainya.
  1. Kehidupan Individualistik Lingkungan
Penurunan kehidupan berbangsa dan bernegara di lingkup kecil (contoh: bertetangga) bisa terjadi karena masing-masing hidup dengan ‘dunianya’ sendiri. Mereka tidak tahu dan tidak mau tahu apa yang terjadi di tetangganya, mereka tidak peduli kesulitan yang dialami tetangganya, mereka bersikap masa bodoh terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan di lingkungannya.Bahaya dari kehidupan semacam ini bagi generasi muda adalah mereka akan terbiasa hidup materialistik, kurang toleran dengan lingkungan, introvert (sulit bergaul, senang menyendiri) khususnya di lingkungan di luar yang biasa ditemui, dan tidak bisa bekerja dalam kelompok (work-group).
Masih banyak lagi hal yang membuat terdegradasinya moral bangsa, termasuk budaya permisif (termasuk sikap masa bodoh, longgarnya toleransi kesalahan), menjadikan materi diatas segala galanya faktor tingkat pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
Untuk mengatasi persoalan diatas saya mempunyai beberapa solusi
1)      Mengembalikan peran orang tua dalam keluarga
Keluarga merupakan media awal dari suatu proses sosialisasi. Begitu bayi dilahirkan dia akan langsung berinteraksi dengan keluarganya. Dalam keluarga, orang tua mencurahkan perhatian untuk mendidik anak agar anak memperoleh dasar dasar pergaulan hidup  yang benar dan baik melalui penanaman disiplin sehingga membentuk kepribadian yang baik bagi si anak. Oleh karena itu orang tua sangat berperan untuk :
  • Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar sehingga anak tidak merasa tertekan jiwanya
  • Mendorong agar anak dapat membedakan antara perilaku yang baik dan buruk, benar salah dsb
  • Memberikan contoh yang baik bagi anak anaknya
2)      Lingkungan bermain yang baik
Lingkungan bermain akan menumbuhkan pertemanan dan persahabatan antar dua atau lebih individu. Peranan positif pertemanan dan persahabatan adalah :
·         Rasa aman dan rasa dianggap penting dalam kelompok akan sangat berguna bagi perkembangan jiwa individu
·         Perkembangan kemandirian individu tumbuh baik dalam persahabatan
·         Individu mendapat tempat yang baik bagi penyaluran rasa kecewa, takut,khawatir, gembira dsb.
·         Melalui interaksi dalam persahabatan individu dapat mengembangkan berbagai keterampilan social yang berguna bagi dirinya kelak
·         Dapat mendorong individu untuk bersikap dewasa
Dasar dasar kepribadian juga dapat dilatih dalam kelompok pertemanan atau persahabatan misalnya : ketrampilan berorganisasi dan memimpin, menumbuhkan rasa kesetiakawanan, rela berkorban, dan menyalurkan semangat patriotism.
3)      Lingkungan sekolah
Di lingkungan sekolah seseorang mempelajari hal hal baru yang tidak mereka dapatkan dari keluarga maupun lingkungan bermain. Pendidikan formal mempersiapkan seorang individu untuk menguasai peranan peranan baru di kemudian hari. Peran tenaga pendidik juga menentukan. Tenaga pendidik dituntut untuk mempunyai komitmen diri, dedikasi, kepedulian, dan kemauan kuat untuk terus berbuat yang terbaik dalam kiprahnya di dunia pendidikan. Seorang guru harus memiliki kematangan, baik intelektual maupun emosional. Kematangan ini terlihat dari kemampuan bernalar dan bertutur, memberi contoh dan sikap yang baik, mengerti perkembangan anak dengan segala persoalannya, kreatif, inovatif, menguasai materi dan banyak metode pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan, situasi dan intelegensi peserta didik.
Guru harus bisa menjadi teladan, mulailah dari diri sendiri dengan demikian guru tidak hanya pandai bicara dan mengkritik tanpa pernah menilai dirinya sendiri.
            Sumber pustaka:
LPPSE-DIKDAS-Pendidikan Karakter Bangsa kumpulan artikel
Dhohiri,Taufiq Rohman dkk. Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat:Jakarta,Yudhistira   

Nama   : Kamal Burhanuddin
NIM    :12/328219/SV/00395
Prodi   : Rekam Medis
Kelas   : B