Senin, 21 Mei 2012

FATIH




Lelaki itu berdiri gagah di balkon rumahnya. Rumah yang mewah di kawasan Sawitsari. Tepatnya di blok A-01. Orang itu memang selalu ingin menjadi nomor satu. Dalam segala hal. Wajahnya masih muda, walaupun sekarang timbul keriput. Rambutnya masih hitam walaupun tak seperti dulu. Tak seperti saat ia muda. Mungkin perbandingannya sekarang 50:50. Matanya masih tajam. Walaupun tak seperti 30 tahun yang lalu. Sekarang kedua matanya dibantu lensa negatif. Sekarang dia telah lulus dalam menempuh studi S4 nya. Profesor. Gelar yang ia sandang sekarang . Angin berhembus membelai wajahnya.
Fatih nama lelaki itu. Adzan Isya telah berkumandang 1 jam lalu. Fatih masih berdiri di balkon rumahnya. Angin malam mulai menusuk tulangnya. Membuat dia merapatkan jaket kulitnya. Fatih memandang jauh ke depan. Memandangi bangunan-bangunan yang kokoh. Bangunan-bangunan yang menjulang tinggi. Menantang langit. Ya, bangunan yang mencerminkan si empunya. Mencerminkan seberapa kaya si empunya. Suara krik…krik… mulai ramai. Suara jangkrik. Mungkin nyanyian jangkrik. Fatih tersenyum kecut. Ternyata masih ada jangkrik di era millennium ini.
Jam menunjukkan jam 10 malam. Fatih segera masuk ke pembaringan. Tubuhnya yang sudah tua dimakan usia merasa capek menjalani kegiatan yang full, padahal umurnya sudah 50 tahun. Matanya sudah tak kuat, kelopak matanya seperti terbebani benda yang sangat berat. Sebelum tidur Fatih berdo’a. Bismikallahumma ahya wa bismika amud.

************************************************
Di sepertiga malam terakhir. Suasana sepi. Manusia tertidur pulas. Memang di waktu itu, waktu paling enak buat tidur. Hanya sedikit manusia yang bangun di waktu itu. Untuk bermunajat kepada sang Pencipta. Untuk menyampaikan keluh kesah, harapan dan semua masalah yang ada di dunia ini. Dari segelintir manusia yang bangun, laki-laki itu termasuk dalam golongan itu.

************************************************
Sebuah rumah di kawasan Sawit Sari sudah terang benderang. Beberapa lampu dinyalakan, pertanda si empunya sudah bangun. Fatih segera mengambil air wudhu. Dibasuhnya anggota tubuhnya. Brr. Dingin. Menusuk tulang orang yang telah lanjut usia ini. Fatih segera mendirikan shalat tahajud. Sendirian, Hanya sendiri. Laki-laki menghadap kiblat, lalu mengucapkan Allahu Akbar. Bergetarlah hati Fatih. Ia meresapi kata demi kata dalam bacaan shalatnya. Tak terasa butiran kristal sebesar biji jagung keluar dari matanya. Butiran kristal yang sudah tahu kemana ia akan mengalir. Makin deras. Setelah selesai Fatih berdo’a kepada yang Maha Pengampun. Memohon ampun atas dosa-dosa di masa lalu. “Astagfirullahhal adzim”. “Ya Allah ampunilah dosa ku, dosa keluargaku, dosa orang Indonesia, dan dosa orang sedunia”. “Amin…amin… ya rabbal alamin”. Setelah shalat malam, Fatih mengisi waktunya dengan tilawah Al-qur’an sampai shubuh tiba.

************************************************
Fatih merasa sendiri. Memang sendiri. Orang-orang yang dicintainya telah pergi selama-lamanya. Mungkin tidak, karena mereka akan berkumpul lagi di surga. Fatih sudah sangat-sangat rindu dengan orang-orang yang ia cinta. Ayah, Ibu dan tentunya Sarah, istrinya yang sangat dicintainya. Kangen sekali. “Ya Allah, Fatih kangen mereka semua”. Malaikat yang mendengarnya hanya tersenyum. Ikut mengamini.

************************************************
Fatih beranjak berdiri. Fatih mengganti pakaiannya dengan pakaian olahraga. Fatih beranjak ke kamar mandi. Fatih pandang wajahnya sendiri. “Hahaha masih ganteng, walaupun tak seperti dulu”, kata fatih. Fatih mau berolahraga, Fatih melakukan pemanasan. Fatih berjalan mengitari komplek. Badannya tidak setegap dulu. Tapi badan ini mencerminkan bahwa laki-laki ini adalah laki-laki tegar. Ciri seorang laki-laki sejati! Fatih mulai berlari mengitari komplek. Baru sebentar napasnya mulai tidak teratur. Menandakan usianya telah berumur, padahal waktu dulu, Fatih bisa menempuh jarak 5 km dalam waktu 18 menit. Tapi itu dulu, saat umurnya masih belasan tahun. 30 menit berlalu, keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.
**********************************************
Setelah olahraga, Fatih segera mandi, sarapan, dan berangkat ke kampus. Fatih tahun ini mendapat gelar dosen teladan dari kampusnya, UGM. Fatih mendapat gelar itu juga tidak mudah seperti membuat mie instans. Fatih harus bekerja keras, menunjukkan dedikasi dalam bekerja untuk meraih gelar prestasi itu. Rumusnya adalah berasal dari ucapan Tika Yusuf penyiar Swara Gama di acara Jogja Pagi “ Lakukanlah dengan hati, lakukan dengan cinta”. Fatih keluar dari rumahnya dengan kemeja putih, bersih. Tanpa memakai dasi. Santai. Kemejanya juga dikeluarkan. Yup, Busana santai. Fatih memang tidak mau berpakaian kedinasan . Fatih menuju garasi. Ia keluarkan mobil Mercy nya yang sudah kuno tapi terawat. Sudah 25 tahun mobil Mercy itu menemani Fatih. Digebernya mobilnya. Wuss akselerasinya cepat, perpindahan transmisinya juga halus. Tidak sampai 15 menit, Fatih telah samapi di kampus.

************************************************
Fatih di kampus sudah sebagai dosen teladan. Fatih juga sudah 3 kali dicalonkan menjadi rektor UGM. Tapi Fatih menolaknya dengan halus. Fatih ingin tetap menjadi dosen. Murni dosen. Fatih segera menuju ruangannya. Dibuka pintunya. “Bismillahirrahmanirrahim”. Ujarnya lirih. Nampak ruangan yang cukup memadai fasilitasnya. Fatih merebahkan dirinya di kursi empuk. Huft, Fatih menghela napas. Fatih membuka laptopnya, tampak wajah seorang wanita berjilbab putih. Wajahnya bersinar. Tampak anggun gayanya. Wanita itu adalah Sarah, istri yang sangat Fatih sayangi. “Mungkin Sarah sedang tersenyum melihat tingkah lakuku”. Kata Fatih. Fatih segera membuka schedulenya hari ini. Hanya sampai jam 3 sore. Tidak terlalu padat. Mengajar, mengisi seminar, rapat dosen, pemberian motivasi pada mahasiswa baru.
************************************************
Jam 3 sore. Mungkin lebih beberapa menit. Fatih telah mendirikan shalat ashar. Fatih segera mengemasi barang-barangnya. Fatih ingin segera pulang. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah foto pernikahan. Foto dia dengan istrinya. Matanya menatap lekat foto itu. Ya, istrinya, Sarah Cinta Putri Abdillah. Nama yang sangat cantik seperti orangnya. Tak terasa butiran kristalnya meleleh. Butiran kristal itu sudah tahu kemana harus mengalir. Fatih buka surat terakhir dari Sarah untuk dirinya.

Sleman, 10 Februari ‘97
Dear
My Prince
Muhammad Fatih

Assalamu’alaikum
Pangeranku apa kabar hari ini??? Aku mencintaimu karena Allah. Muach, Hehehe. Kak Fatih tahu enggak, sekarang aku udah mengandung 7 bulan nich. Adek kecil udah mau keluar lho… Kak Fatih, kalau anaknya laki-laki namanya Abdillah Fatih yaa, kalau perempuan namanya Putri Fatih… Harus sutuju lho kak. Hehehe
Kak aku seneng bisa mendampingimu. Sosok laki-laki yang hebat dan takkan mudah dikalahkan. Cie cie… Aku cinta kamu kak. Aku sayang kamu kasihku. Kak, sebenarnya aku pengen ngomong serius ma kamu. Tapi kamu lagi sibuk ya dengan studi kamu. Ya udah enggak papa. Aku tulis lewat surat ini aja yaa??
Kak Fatih, kakak tahu kan kalau aku punya penyakit lemah jantung. Adek kemarin udah periksa ke dokter Zahra, katanya kandunganku baik-baik aja. Tapi katanya jantungku tidak kuat untuk melahirkan… Ada 3 kemungkinan dengan kandunganku saat melahirkan, yaitu Ibunya yang meninggal, anaknya yang meninggal atau ibu dan anaknya yang meninggal. Kak, Aku`sedih tapi aku akan berusaha kok untuk menggapai sebuah kemungkinan yang hampir mustahil yaitu ibu dan anaknya selamat. Aku ingin menjadi pendamping yang kuat dan menjadi seorang ibu yang melahirkan anak hebat.
Kak, seandainya adik tidak selamat, kakak jangan sedih yaa??? Kakak enggak boleh nangis kak, please aku mohon. Kakak harus kuat, tabah dan tegar. Aku percaya kalau kakak adalah laki-laki hebat. Aku juga minta maaf enggak bisa mendampingi kakak lama. Maafkan aku. Kak, terimakasih yaa atas ketulusan cinta kakak padaku. Aku bangga punya suami seperti kakak. Seandainya adik telah tiada, adik pengen kakak mewujudkan impian kakak untuk mempunyai anak 4. Adik selalu menunggumu di surga

Yang selalu Mencintaimu

Sarah


Air mata Fatih mengalir deras. Rindunya semakin memuncak cintanya telah bertumpuk-tumpuk. Fatih sangat cinta pada istrinya. “Maaf aku enggak bisa memenuhi permohonanmu yang terakhir”. “Aku hanya cinta kamu”. Kata Fatih lirih


Tidak ada komentar:

Posting Komentar