Sabtu, 17 September 2011

Manfaat Narkoba


Banda Aceh: Rektor Unsyiah, Dr Darni Daud MA, Kamis (2/8) tampil sebagai salah seorang pemateri pada seminar bertajuk; Rencana Pembangunan Aceh Tahun 2020 melalui Program Alternative Development di Gedung AAC Dayan Dawood, Unsyiah Banda Aceh. Dalam makalahnya berjudul; Pembangunan Tahun 2020 Dihubungkan dengan Alternatif Development Dalam Rangka Pengentasan Kemiskinan, Darni memaparkan sesuatu yang dinilai kontroversi, yaitu sisi positif tanaman ganja.

“Tetapi jangan langsung saya dicap sebagai orang yang ingin melegalkan ganja. Saya tetap menentang kalau ganja dipergunakan dengan tidak benar, sebab agama juga melarangnya,” begitu kata Rektor Unsyiah ketika memaparkan materi makalahnya.

Materi yang disampaikan Darni (tentang sisi positif tanaman ganja, red) merupakan hasil kajian ilmiah yang dikumpulkan Prof Dr Syamsul Rizal MSc (Ketua Lembaga Penelitian Unsyiah).

Berdasarkan hasil kajian ilmiah tersebut, ternyata tanaman ganja mempunyai nilai positif, tentunya apabila tanaman tersebut dimanfaatkan secara benar. “Sebaliknya bila salah dipergunakan akan merusak generasi muda, karena menjadi bahan baku narkoba,” katanya.

Adapun sisi positif yang dihasilkan ganja tersebut, katanya, akan bisa dijadikan berbagai bahan untuk industri. Sebab batang tanaman ganja ternyata memiliki serat yang cukup bagus untuk bahan baku kertas. Bahkan bahan baku kertas satu hektar tanaman ganja setara dengan 4,1 hektar kayu. “Tentunya perbandingan ini dalam usia yang sama antara pohon kayu dengan tanaman ganja,” kata Prof Syamsul Rizal yang dikonfirmasi Serambi, tadi malam.

Di samping untuk bahan baku kertas ternyata tanaman ganja berdasarkan hasil penelitian ilmiah juga sangat cocok untuk bahan baku tekstil. “Pakaian yang dihasilkan dari serat batang ganja dapat menyerap 95 persen radiasi sinar ultraviolet sehingga lebih dingin dipakai, dan ini sangat cocok untuk iklim tropis di Aceh dan Indonesia,” ungkap Darni dalam makalahnya, sebagaimana dibenarkan Syamsul Rizal.

Malah menurut Syamsul Rizal, pakaian dari serat tanaman ganja sudah ada yang diproduksi di Hawaii dalam jumlah terbatas. “Kualitasnya sangat bagus,” katanya.

Bukan saja untuk kertas dan tekstil, katanya, tetapi tanaman ini juga memiliki kandungan methanol yang cukup tinggi. Untuk satu hektar tanaman ganja akan mampu menghasilkan 1.000 galon methanol. “Bahkan perusahaan mobil Henry Ford‘s di Amerika sudah melakukan ujicoba dengan menggunakan minyak ganja untuk bahan bakar mobilnya,” paparnya.

Darni yang juga mengutip hasil penelitian ilmiah Anwar Wardy W, M Nasir Rafiq, dan Wiranda G Pialang (2006) mengatakan, bahwa daun dan bunga ganja juga dapat diolah menjadi vaksin atau obat. Sedangkan bijinya akan bisa dijadikan edible oil, tepung pangan, dan pakan. “Namun semua ini tetap harus dilakukan penelitian lebih lanjut, sehingga nantinya tidak akan salah kaprah, terutama untuk obat dan vaksin,” katanya.

Menurut Syamsul Rizal, sebuah universitas dari Australia sudah tertarik ingin bekerjasama dengan Unsyiah dalam program penelitian tanaman ganja. “Kalau ini diizinkan pemerintah, kita sudah siap. Tentu hal ini perlu dukungan semua pihak,” katanya.

Menyangkut tanaman ganja bisa dijadikan untuk bahan baku obat ternyata dibantah langsung oleh Drs Ahwil Luthan SH MBA MM selaku Project Officer Alternatif Devolepment yang juga salah seorang narasumber seminar. “Sampai saat ini yang saya tahu hasil penelitian WHO (badan kesehatan dunia) belum menemukan sebuah kajian pun yang menyatakan ganja bisa dijadikan bahan baku obat. Tapi untuk hal lain itu kita tidak tahu dan tentunya perlu penelitian ilmiah lebih dalam,” katanya.

Seminar yang diselenggarakan Polda Aceh bersama Badan Narkotika Nasional (BNN), selain menghadirkan narasumber Dr Darni Daud MA (Rektor Unsyiah), juga Prof Dr Muslim Ibrahim MA (Ketua MPU Aceh), Drs Ahwil Luthan, dan Miss Suchada Thaibunthao (Direktur TICA Thailand). Kegiatan tersebut dibuka oleh Wakapolda Aceh, Brigjen Pol Drs Daja Prihantoro dihadri sekitar 200 peserta dari berbagai kalangan seperti pejabat BNN, BNP, akademisi, mahasiswa, LSM, jurnalis, praktisi, tokoh agama, dan masyarakat.(sup)



Jakarta (ANTARA News) - Tanaman ganja yang selama ini lekat dengan nilai negatif justru mempunyai lebih banyak nilai positif sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat.

Kepala Bidang Riset Indonesian National Institute on Drug Abuse (Inida), Tomi Hardjatno di Jakarta, Kamis mengatakan, ganja selama ini lekat dengan nilai negatif karena tidak ada upaya untuk mengembangkan ke arah positif.

"Ganja hanya dikenal karena penyalahgunaannya saja yakni daun kering yang dihisap saja. Seolah, tidak ada manfaat lain dari tanaman ganja," katanya.

Padahal, ganja mulai akar, pohon, dahan, ranting hingga daun yang dapat diolah menjadi tas, souvenir, obat dan aneka fungsi lain.

"Kita perlu mengangkat nilai positif ganja," katanya.

Ia mengatakan, jika nilai positif lebih terangkat maka akan dapat menekan peredaran gelap ganja yang selama ini lekat dengan tanaman khas Aceh ini.

"Ganja tidak mungkin dimusnahkan dari Aceh karena penyebarannya sangat mudah. Bahkan, burung pun dapat menyebarkan benih ganja," katanya.

Dikatakannya, ganja menjadi lekat dengan negatif terjadi karena ada ulah segelintir orang luar Aceh untuk dipasarkan di luar secara gelap, katanya.

Terkait itu, Inida akan membahas masalah sisi positif ganja ini dalam suatu seminar akhir pekan ini dengan harapan dapat menemukan formula mengangkat nilai positif ganja.

Di negara lain, upaya mengangkat sisi positif narkoba juga telah dilakukan. Di Bolivia, pemerintah menjadikan tanaman koka (bahan dasar kokain) menjadi bahan dasar roti, kue pasta gigi dan obat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar