Belajar pada
anak-anakku. Dua bujangku kini telah remaja. Anak pertamaku, Kamal namanya.
Adiknya Aziz, Abdillah Azis lengkapnya. Keduanya punya banyak kesamaan. Hobi
dan kecenderungannyapun hampir sama. Ada temanku bilang, punya 2 anak yang banyak
kesamaannya lebih enak daripada yang mencolok perbedaannya. Insya Alloh akan
akur sampai dewasa. Amin. Amin. Amin.
Kedua anakku adalah
remaja sederhana dan tidak neko-neko. Prestasi disekolahnya pun cukup
membanggakan. Untuk urusan agama, dibanding remaja lain, keduanya termasuk
taat. Bahkan sikecil Azis, sejak kelas dua SMP sudah puasa Senin-Kamis, kalau
ada udzur barulah bolong. Amang kakaknya “baru” kadang-kadang aja puasa. Aku
tidak pernah memaksanya, tapi jika aku memintanya untuk puasa, pasti dia puasa
juga. Amang ya … Aku lebih senang memanggilnya dengan Amang untuk si sulung.
Ikut-ikutan waktu adiknya masih celat (cadhel) belum bisa memanggil Kamal,
jadilah Amang. Bagiku lebih familier.
Aku bersyukur kepada
Alloh SWT, keduanya punya sifat pemurah, akupun belajar terus kepada keduanya.
Berikut ini contoh kemurahan anakku. Ku mulai dari si sulungn dulu ya ….
·
Dia meminjamkan seragam celana
olahraganya kepada temannya yang kurang beruntung. Selama setahun dipinjaminya,
terakhir untuk ujian akhir praktik. Temannya sangat berterima kasih bisa ikut
pelajaran olahraga tanpa malu karena
slewah (berbeda) dengan temannya dan bagus.
·
Amang punya dua sepatu untuk sekolah.
Ada temannya terpilih ikut lomba tonti, sayang sepatunya tidak mau dikompromi
lagi untuk dipakai latihan. Karena belum ada kesempatan untuk beli, dipinjemnya
sepatu Amang. Tanpa keberatan, dipinjamkannya sepatu kesayangannya untuk
latihan tonti selama sebulan … sayang sekolahnya belum kecipratan juara.
·
Ada lagi
temannya yang kurang mampu. Tidak ada kendaraan untuk sekolah, naik
angkot boros, jalan kaki capek. Lagi-lagi anakku menjadi solusi bagi temannya.
Setelah nganter adiknya, disamperin juga teman sekalian pulang diantarnya juga.
Ini terjadi berbulan-bulan, sampai akhirnya mereka pisah karena beda jurusan.
Untuk contoh-contoh
diatas, si sulung melakukannya tanpa ada penyesalan dan gerutu. Setahuku dia
ikhlas saja. Mungkin bagi orang lain hal diatas adalah hal sepele, tapi bagiku
merupakan hal yang membanggakan. Inilah
benih-benih kepedulian, kasih sayang yang harus dipupuk. Umi salut anakku,
pesen Umi tetap Istiqomah ya le …. Orang yang pemurah buanyaak sahabatnya.
Untuk cerita si bungsu diedisi
berikutnya ya …..
Salam . . . . . .
Sri
Lestari
Ibu
Rumah Tangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar