Jumat, 28 September 2012

Perlunya Materi Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan bagi generasi muda


Jika kita mendengar pendidikan kewarganegaraan maka yang muncul di benak kita adalah pelajaran wajib sewaktu kita sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Begitu juga saat di Perguruan Tinggi, di negara kita Pendidikan Kewarganegaraan yang searti dengan “Civic Education” itu dijadikan sebagai salah satu mata kuliah  wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa di Perguruan Tinggi untuk program diploma dan program Sarjana (SI), baik negeri  maupun swasta. Mata kuliah ini memiliki peran yang strategis dalam mempersiapkan warga Negara yang cerdas, bertanggung jawab dan berkeadaban.
Pendidikan Kewarganegaraan juga dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia dengan berbagai istilah atau nama. Sebagai suatu perbandinagan di berbagai Negara juga mengajarkan materi pendidikan umum sebagai pembekalan nilai nilai yang mendasari sikap dan perilaku warga negaranya. Di Amerika Serikat : History, Humanity dan Philosophy ; Jepang : Japanese History, Ethics dan Philosophy ; Filipina : Philipino, Family Planning, Taxation and Land Reform, The Philiphine New Constitution dan Study of Human Right.
Berdasarkan pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa di setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat terdiri dari Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Juga disebutkan dalam surat keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006,tentang Rambu rambu Pelaksanaan Kelompok mata kuliah Pengembangan di Perguruan Tinggi terdiri atas mata kuliah Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan tersebut wajib diberikan di semua fakultas dan jurusan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia
Pendidikan Kewarganegaraan yang dijadikan salah satu mata kuliah  inti sebagaimana tersebut di atas menurut Keputusan DIRJEN DIKTI No 43/DIKTI/Kep/2006 mempunyai tujuan yang dirumuskan dalam visi misi dan kompetensi sebagai berikut :
Visi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan realitas yang harus dihadapi bahwa mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa harus memiliki visi intelektual religius,berkeadaban,berkemanusiaan dan cinta pada tanah air dan bangsanya
Misi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya, agar secara konsiten mampu mewujudkan nilai nilai dasar Pancasila ,rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai ,menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral
Oleh karena itu kompetensi yang diharapkan dari mahasiswa adalah untuk menjadi ilmuwandan professional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis dan berkeadaban, selain itu kompetensi lain yang diharapkan adalah agar mahasiswa menjadi warga Negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila  
Melihat tujuan pendidikan kewarganegaraan yang begitu erat kaitannya dengan kemajuan bangsa, saya rasa mata kuliah pendidikan kewarganegaraan memang harus diberikan kepada para mahasiswa, karena mahasiswa adalah calon – calon penerus bangsa yang kepadanya dibebankan tanggung jawab untuk memajukan negara. Oleh karena itu mahasiswa dituntut mempunyai modal yang cukup untuk menghadapi tantangan dan kemajemukan persoalan dalam bermasyarakat,berbangsa dan bernegara . Dengan mempelajari kewarganegaraan para mahasiswa diharapkan mampu menghayati hal – hal mengenai kewarganegaraan serta mempu mewujudkannya dalam norma – norma serta tingkah laku dalam kehidupan sehari – hari. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan dapat menerapkan pemikiran yang berlandaskan prinsip – prinsip kewarganegaraan dalam menghadapi dan memecahkan berbagai masalah hidup.
Tanpa prinsip – prinsip kewarganegaraan dikhawatirkan mahasiswa (generasi muda) akan kehilangan jati dirinya sebagai seorang yang tumbuh berkembang di Indonesia, ketidakmengertian mengenai HAM, kehilangan rasa nasionalisme dan kewajibannya melaksanakan bela negara. Kemudian dalam hal – hal yang sifatnya lebih kongkret yaitu ketika bersikap dalam kehidupan bermasyarakat. Mahasiswa diharuskan mampu menjadi teladan bagi masyarakat dalam kehidupan sehari – hari. Menjadi contoh sehingga masyarakat luas (awam) dapat membedakan mana hal yang sekiranya salah dan mana yang benar. Mahasiswa adalah manusia – manusia yang dididik secara formal dalam forum pendidikan, oleh karena itu output dari lembaga pendidikan yang berupa mahasiswa ini harus mencerminkan pribadi – pribadi yang cerdas secara intelektual ataupun moral. Mampu menerapkan ilmu – ilmu yang telah dipelajari ke dalam kehidupan masyarakat guna mewujudkan msyarakat yang makmur, membangun daerahnya dan pada akhirnya dapat memajukan bangsa dan negara.
Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan memang diperlukan dalam proses memajukan bangsa dan negara pada umumnya, karena tanpa prinsip – prinsip kewarganegaraan seorang manusia akan kehilangan jatidirinya sebagai manusia yang bertumpah darah terhadap negaranya (nasionalisme dan cinta tanah air). Pendidikan kewarganegaraan memang harus terus diajarkan dalam setiap jenjang pendidikan termasuk dalam proses perkuliahan, sehingga mahasiswa mampu menanggapi setiap persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan rasional yang berlandaskan kepada prinsip – prinsip pancasila. 
Di sisi lain, Indonesia saat ini sedang dalam proses menjadi Negara maju. Hal ini tentu membutuhkan daya dukung besar dari para masyarakat khususnya mahasiswa sebagai bibit unggul yang akan memimpin Negara ini di masa depan. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Di sinilah perlunya pendidikan kewarganegaraan , meskipun mereka telah memiliki keilmuan yang tinggi, mereka tetap terjaga sebaga warga Negara Indonesia yang baik. Jangan sampai seseorang yang memiliki keilmuan yang tinggi tersesat dan salah jalan, sebab orang yang berilmu tinggi namun salah jalan akan menjadi sangat berbahaya bagi sekitarnya. Namun apabila seseorang berilmu tinggi memiliki kepribadian yang baik, dan memiliki rasa kebangsaan, maka orang itu akan menjadi sangat berguna bagi bangsa dan negara. Dengan hadirnya generasi-generasi penerus yang berkeilmuan tinggi dan berwawasan kebangsaan yang luas, tentunya bangsa Indonesia akan menjadi maju. Generasi semacam inilah yang diharapkan muncul dari para mahasiswa yang sedang menimba ilmu. Oleh karena itu, selain mendalami ilmu yang sedang ditekuni, perlu diberikan rambu-rambu moral yang tertuang dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Di era globalisasi saat ini generasi muda sudah tidak percaya kegunaan pancasila. Sebaliknya ideologi lain mulai mengambil tempat pancasila hal ini bisa menyebabkan rasa nasionalisme kita mulai luntur, disinilah fungsi dari Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu upaya untuk membangkitkan kembali semangat kebangsaan bagi generasi muda, khususnya para mahasiswa, dalam menghadapi pengaruh globalisasi . Di samping itu kita sebagai warga negara harus tahu tentang hak dan kewajiban kita sebagai warga negara ,HAM , dan bela negara. Bela negara yang bisa kita lakukan di saat ini misalnya kita tidak akan mudah terpengaruh secara langsung budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di negara kita. Oleh karena itu sikap tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa belajar. Dari uaraian di atas dapat disimpulkan betapa pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan dipelajari oleh generasi muda , khususnya para mahasiswa sebagai penerus bangsa 


















Daftar Pustaka

1.      Kaelan dan Achmad Zubaidi,2010,Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi,Paradigma,Yogyakarta
2.      Hikam,Muhammad A.S,1999,Politik Kewarganegaraan Landasan Demokratisasi di Indonesia,Erlangga,Jakarta
3.      Sriyanti dkk,2007,Etika berwarganegara,Salemba Empat, Jakarta
7.      Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan,2002,Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 
d

   Disusun oleh : Kamal Burhanuddin
                          Mahasiswa Rekam Medis UGM
 

Selasa, 11 September 2012

Hak Asasi Manusia


Penngertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir. Hak ini bersifat universal, berlaku di mana saja, kapan saja, dan untuk siapa saja.
Hak asasi diperoleh manusia dari penciptanya, Tuhan dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan. Hak asasi manusia juga merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada manusia. Oleh sebab itu hak asasi harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh orang lain.
Menurut Pasal 1 Angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia bahwa Hak Asasi Manusia merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati,dijujung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, dan pemerintahan dan setiap orang, demi penghormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
HAM tidak membeda-bedakan latar belakang seorang individu, seperti ras, agama,, warna kulit, pekerjaan, jabatan, jenis kelamin, dan sebagainya. Oleh sebab itu, HAM bersifat universal, merata, dan tak dapat dialihkan pada orang lain.
Setiap manusia atau individu berhak atas perlindungan HAM. Jadi seseorang manusia tidak akan pernah kehiangan hak asasinya. Orang yang berusaha menghilangkan hak asasi orang lain dapat disebut orang yang melanggar HAM.
Instrumen Hukum HAM Internasional dan di Indonesia
Ada banyak instrument HAM Internasional yang dapat jadi rujukan, yaitu sebagai berikut:
  1. Instrumen hukum Internasional yang bersifat universal, seperti:
  1. Charter Of United Nations ( 1945).
  2. Universal Declaration of Human Rights (1948).
  3. International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (1966).
  4. International Covenant on Civil and Political Rights (1966) Yang terdiri dari:
  1. Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights (1966) dan
  2. Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights, Aiming at the Abolition of the Death Penalty (1989).
Berbagai instrument hak asasi manusia yang dimiliki negara Republik Indonesia, yaitu:
  1. Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dan
  3. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kasus Pelanggaran Ham di Indonesia

  1. Kasus meninggal dan hilangnya beberapa orang aktivis dalam kasus 27 Juli 1996 ( peristiwa penyerbuan kantor DPP PDI Jakarta pada 27 Juli 1996).
  2. Kasus terbunuhnya wartawan Udin ( wartawan harian Bernas ) di Bantul, Yogyakarta.
  3. Kasus terbunuhnya Marsinah (pekerja wanita di Jawa Timur yang memperjuangkan hak-hak buruh/pekerja).
  4. Kasu Tanjing Priok 1984.
  5. Kasus Trisakti (terbununya beberapa mahasiswa Tri Sakti Jakarta yang memperjuangkan Reformasi).
  6. Kasus Timor Timur pasca jajak pendapat.
  7. Kasus Bom Bali 1.
  8. Kerusuhan di Ambon Poso.
  9. Kasus penyerangan Ahmadiyah, Mbah Priok, Tragedi Sampang

Realita HAM di Indonesia
Dari uraian di atas bisa kita simpulkan bahwa HAM terbentuk untuk melindungi hak-hak manusia atau kodrat manusia.
Namun pada Zaman Orde Baru, walaupun instrument hukum HAM sudah terbentuk masih saja HAM diabaikan. Penegak hukum cenderung memihak penguasa, sehingga pelanggaran-pelanggarn HAM sering terjadi dan kasusnyapun tidak terselesaikan dengan tuntas.
Pada Zaman Reformasi penegakan sudah mulai maju. Para penguasa sudah tidak otoriter lagi. Rakyat sudah bisa berkumpul, berserikat, mengeluarkan aspirasi dengan bebas tanpa ada rasa was-was.
Walupun pada Zaman Reformasi penegakan hukum sudah maju, tetapi masih ada pelanggaran HAM seperti: kasus Ahmadiyah, Mbah Priok, Tragedi Sampang serta kasus-kasus dari Zaman Orde Baru yang belum terselesaikan dengan baik .
Dewasa ini banyak sekali LSM-LSM yang membela HAM. Mereka sangat getol dan menjunjung tinggi HAM. Menurut saya, menjunjung tinggi HAM tidak masalah, tetapi janganlah terlalu mengagung-agungkan HAM. Dan seakan-akan HAM adalah segalanya dan dijadikan landasan hukum dalam menyelesaikan masalah. Kita jangan meniru gaya Barat yang mempunyai sistem Liberalisme. Mereka sangat menjunjung tinggi HAM, bahkan HAM adalah segala-galanya. Akibatnya kehidupan akan bebas “semau gue”. Jangan pula meniru sistem Sosialis Komunis pada sistem ini HAM sangat diabaikan. Banyak hak-hak rakyat yang dirampas oleh penguasa.
Indonesia sebuah negara yang fenomenal di mata dunia. Indonesia memiliki ideologi sendiri, ideologi yang agung,ideologi yang luhur. Ideologi Pancasila. Kita tidak perlu berkiblat ke Ideologi kapitalisme-liberalisme ataupun sosialis-komunis. Pancasila mengajarkan bagaimana kita menjunjung HAM,tapi tidak melalaikan kewajiban asasi manusia. Bukankah sesuatu yang berlebihan tidak baik termasuk dalam membela HAM.
Kita jugaharus mensinergikan antara norma dengan HAM. Contoh : ketika kita berjalan di depan orang tua yang sedang duduk, dan kita tdak menyapa atau memberi rasa hormat. Ditinjau dari HAM itu adalah hak kita mau menyapa atau tidak. Tapi jika ditinjau dari norma apakah kita pantas berbuat seperti itu?. Itulah indahnya Indonesia menjunjung HAM dan Kewajiban Asasi Manusia tanpa melupakan norma. Dan ketiga instrument itu harus berjalan seiring, seirama, dan tak bisa dipisahkan.


Disusun oleh abdillah azis
siswa sma 1 sleman